Stripetosecure, Tembilahan – Pasca jatuhnya korban kedua akibat diterkam harimau di Pelangiran, masyarakat setempat menuntut pihak BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam) Provinsi Riau dan PT. THIP (Tabung Haji Indo Plantation) untuk segera menangkap satwa dilindungi tersebut.
Dalam surat yang dibuat oleh warga Desa Pulau Muda pada 12 Maret 2018 tersebut, pihak BBKSDA Riau dan PT. THIP diberikan batas waktu selama tujuh hari. Warga juga mengancam jika dalam batas waktu yang diberikan tuntutan mereka tidak dipenuhi, maka warga akan mengambil tindakan sendiri.
Korban kedua, Yusri Efendi (34) merupakan warga pendatang yang berasal dari Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan. Yusri bekerja sebagai buruh bangunan yang saat itu bekerja di Desa Tanjung Simpang. Ia tewas diterkam dalam perjalanan pulang ke rumah tempat ia menginap dengan dua rekannya yang lain.
Selain berisi tuntutan dari warga kepada pihak BKSDA Riau untuk 'membunuh' harimau, warga juga meminta agar PT. THIP ikut pro aktif dalam 'menumpas' satwa dilindungi tersebut.
Warga juga akan mengambil inisiatif sendiri untuk 'membunuh' harimau jika dalam waktu yang ditentukan, pihak terkait gagal menangkap harimau. Warga juga meminta agar tindakan mereka tidak dipermasalahkan secara hukum. Surat tuntutan tersebut lalu ditanda-tangani oleh salah seorang warga perwakilan Desa Pulau Muda dan dua petugas yang masing-masing berasal dari BKSDA Riau dan PT. THIP.
Dipaksa Tanda Tangan
Dilansir dari berita Antara, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau, Suharyono, mengatakan bahwa timnya dipaksa untuk menanda-tangani surat tuntutan warga tersebut.
Suharyono juga mengatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya untuk mengevakuasi harimau, bukan 'membunuh'. Banyak faktor yang harus diperhitungkan. Proses penyelamatan akan selalu mengedepankan keselamatan satwa dan manusia.
Sejak pasca insiden yang menimpa Jumiati pada 3 Januari 2018 lalu, BKSDA Riau dan PT. THIP telah menerjunkan tim Rescue/ Penyelamatan Konflik Harimau – Manusia yang tergabung dari BKSDA Riau, PT.THIP, Polsek Pelangiran, Polres Inhil, PT. Arara Abadi, dan NGO seperti WWF dan lainnya.
Saat ini total anggota tim yang telah dikerahkan sebanyak 91 orang, dengan empat tenaga medis untuk membius harimau. Harimau betina yang diberi nama Bonita oleh tim Rescue ini masih berkeliaran disekitar Desa Tanjung Simpang, Pelangiran.
Sudah ada sepuluh boxtrap (perangkap) yang terbuat dari besi dan kayu dipasang di jalur perlintasan Bonita. Boxtrap tersebut juga sudah diberi umpan mulai dari ayam, babi hutan, hingga kambing dan dilengkapi dengan camera trap untuk memonitor pergerakan Bonita.
Selain Bonita, ada satu harimau lain yang terdeteksi. Harimau ini diberi nama Boni. Keduanya sama-sama berjenis kelamin betina dan berusia 3-5 tahun. Beda dari Boni, Bonita banyak menunjukkan prilaku yang cenderung mendekati manusia. Oleh karena kecendrungan Bonita yang tidak takut kepada manusia, ia ditetapkan menjadi 'tersangka' penerkam Jumiati dan Yusri.
Jumiati (33) adalah karyawati PT. THIP (Tabung Haji Indo Plantation) yang tewas saat bekerja di kebun konsensi sawit KCB 76 Blok 10 Afdeling IV Ebony State Desa Tanjung Simpang, Pelangiran pada 3 Januari 2018. Saat itu, ia bersama dua orang rekannya Yusmiati dan Fitriyanti sedang mendata pohon kelapa sawit yang terserang jamur. (fdk)