Stripetosecure – Pekanbaru, Sebanyak 172 taring beruang madu hampir lolos diselundupkan di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru pada 24 Januari 2019. Ratusan taring beruang itu dimasukkan ke dalam paket kardus dengan tujuan pengiriman dari Pekanbaru ke Jakarta Barat. Beruntung, petugas keamanan Bandara SSK II mencurigai paket tersebut dan melaporkan ke pihak berwenang.
Kronologis penemuan satu paket berisi 172 taring beruang madu disampaikan oleh Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru Rina Delfi dalam Press Conference Rabu (8/5).
"Bermula saat petugas AvSec (Aviation Security) Bandara SSK II melakukan pengecekan x-ray atas paket JNE yang dicurigai berisi taring binatang pada 24 Januari 2019. AvSec kemudian menyerahkan komoditas tersebut ke Balai Karantina untuk dilakukan pengecekan lebih lanjut," papar Rina Delfi.
Kemudian dokter hewan Balai Karantina mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi taring hewan tersebut dan meminta bantuan kepada WWF.
"Pihak WWF kemudian menyimpulkan bahwa taring hewan tersebut merupakan taring beruang," sambung Rina lagi. Lantas, pihak Balai Karantina mengirimkan beberapa sampel taring temuan tersebut ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Bogor untuk dilakukan uji tes DNA, memastikan bahwa taring tersebut adalah taring beruang madu.
"Kami melakukan uji lab di LIPI terlebih dahulu, makanya penyerahan barang bukti baru bisa sekarang," kata Rina kepada media.
Perlu Membangun Sinergi
Saat ini, 172 taring beruang tersebut diserahkan kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Mahfud, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, ia tampak menyeka air mata dan terbata-bata saat press conference berlangsung.
"Apa yang kita lihat disini luar biasa. Saya membayangkan ini 43 ekor (beruang-red) yang sudah dibunuh.Kami sering menangani konflik beruang madu dengan manusia, atau kasus di tahun 2018. Namun, tidak pernah sebesar ini," ujar Mahfud. "Kerugian ini tidak dapat dihitung dengan materi."
Nantinya, pihak BBKSDA Riau akan mengerahkan penyelidikan kepada Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) untuk mengusut kasus ini.
Executive General Manager Bandara SSK II, Jaya Tahoma Sirait mengatakan bahwa prosedur pemeriksaan paket yang dilakukan oleh petugas AvSec merupakan prosedur standar. Paket berisi taring hewan ini tidak dilengkapi dengan PTI (Pemberitahuan Terhadap Isi) yang sesuai.
"PTI yang tertera pada paket adalah 'Makanan' sedangkan saat dilakukan pencitraan x-ray yang muncul adalah taring hewan," tutur Jaya Tahoma. "Modus-modus seperti ini sering terjadi di kargo, contohnya penyelundupan narkoba,"
Jaya Tahoma menghimbau agar kasus ini dapat segera diusut dan menghimbau sinergitas dari masing-masing instansi yang terkait.
"Dengan korban 43 beruang madu, rasanya sayang jika tidak dikejar pelakunya. Kami sudah mendeteksi jika barang-barang selundupan seperti ini biasanya alamat pengirim dan tujuan barang tidak jelas, palsu. Tentu dibutuhkan kerjasama yang cepat dan tepat dengan berbagai instansi." tegas Jaya Tahoma lagi.
Perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi kini menjadi komoditas yang memiliki keuntungan besar. Pada tahun 2018, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan bahwa negara dirugikan sebesar Rp. 13 triliun akibat perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar. Sementara itu, pelaku kejahatan dapat dijerat dengan Undang-Undang no.5 tahun 1990 tentang KSDAE dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta rupiah. (fdk)