Stripetosecure, Pekanbaru – Selasa (16/10), Pengadilan Negeri Pekanbaru menggelar sidang pembacaan tuntutan atas terdakwa M. Ali Honopiah, oknum polisi yang terlibat atas kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil perdagangan ilegal satwa dilindungi. Dalam sidang ini, jaksa penuntut umum Hamiko, SH menuntut terdakwa dengan pidana selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp. 800 juta.
Dalam tuntutannya, Jaksa Hamiko, SH menegaskan bahwa berdasarkan barang bukti serta uraian fakta-fakta yang diungkap dalam keterangan saksi dalam proses persidangan, Ali Honopiah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Undang-Undang RI Nomor. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ali Honopiah dikenakan pasal pencucian uang atas dugaan bahwa harta kekayaan yang dimilikinya merupakan hasil tindak pidana di bidang lingkungan atas penjualan satwa dilindungi jenis trenggiling. Dari persidangan, Ali Honopiah diketahui dapat meraup untung hingga miliaran rupiah pertahunnya. Hal ini dibuktikan dengan rekap transaksi di rekening bank yang digunakan Ali Honopiah di bulan Januari hingga Oktober 2017 tercatat senilai Rp. 7,1 miliar.
Trenggiling yang dijual oleh Ali Honopiah ini didapatkan di daerah-daerah sekitar Riau, Sumatera Barat dan Jambi. Dalam persidangan, terungkap bahwa Ali Honopiah mendapatkan bantuan dari adiknya yang bernama Muhammad Ali yang ia pekerjakan sebagai penjemput trenggiling dari pengepul. Muhammad Ali mengaku ia dapat menjemput ratusan trenggiling dari pengepul-pengepul di daerah yang kemudian ia antar ke perbatasan Bengkalis untuk dijemput oleh kapal asing yang telah menunggu di tengah laut. Dari persidangan pula diketahui bahwa ada satu orang bernama Mr. L, toke trenggiling yang berada di Malaysia yang menjadi tujuan pengiriman trenggiling-trenggiling tersebut.
Muhammad Ali sendiri adalah salah satu dari dua pelaku yang ditangkap oleh petugas pada akhir Oktober tahun 2017 lalu. Ia ditangkap bersama Jufrizal oleh aparat kepolisian ketika melintas dari Jambi ke Pelalawan (Riau) untuk mengangkut trenggiling Bengkalis untuk dikirim ke luar negeri. Pada 6 Febuari 2018, Muhammad Ali dan Jufrizal dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp. 25 juta atas perbuatannya. Hasil pengembangan kasus inilah yang kemudian mengungkap keterlibatan Ali Honopiah dan menyeretnya ke meja hijau untuk kasus perdagangan satwa trenggiling.
Sebelum dijerat dengan kasus pencucian uang, Ali Honopiah telah divonis pidana selama 3 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta oleh Pengadilan Negeri Pelalawan atas kasus perdagangan ilegal terhadap satwa dilindungi pada 5 Juli 2018. Dari pengembangan kasus inilah penegak hukum kemudian mendapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kekayaan Ali Honopiah diduga merupakan hasil pencucian uang atas penjualan trenggiling.
Kasus TPPU ini menjadi perhatian serius Senarai, media publikasi dan diskusi terkait isu korupsi, ekologi, sosial dan budaya. Koordinator Senarai, Ahlul Fadly mengatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum harus memberikan tuntutan maksimal kepada Ali Honopiah. Dalam pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sanksi maksimal yang dapat diberikan kepada terdakwa adalah 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp. 10 miliar.
Tuntutan 3 tahun penjara dan denda Rp. 800 juta yang diberikan oleh Jaksa Hamiko pada persidangan (16/10) lebih kecil dari rekomendasi yang disampaikan oleh Senarai pada diskusi Bentangan Kasus yang digelar bersama Wildlife Crime Team (WCT) WWF Riau pada 1 Oktober lalu. Saat itu, Senarai merekomendasikan agar jaksa menuntut Ali, 15 tahun penjara denda Rp 8 miliar dan pidana tambahan mengembalikan uang hasil penjualan trenggiling Rp 7,1 miliar.
Trenggiling (Manis javanica) merupakan satwa pemalu yang hidup di hutan tropis dan dapat ditemukan di hampir seluruh Indonesia. Mamalia unik pemakan semut dan rayap ini memiliki sisik disekujur tubuhnya. Sayangnya, ia telah menjadi komoditas perdagangan ilegal dengan nilai jual yang tinggi. Menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES), trenggiiling merupakan satwa yang paling banyak diperdagangkan. Dalam satu dekade terakhir, setidaknya satu juta trenggiling telah diperdagangkan di seluruh dunia. Atas kekhawatiran akan kepunahan satwa ini, pada tahun 2016, CITES didukung oleh 186 negara setuju agar trenggiling masuk dalam daftar satwa yang dilarang diperdagangkan.
Setelah tuntutan selesai dibacakan oleh jaksa, Hakim ketua Dahlia Panjaitan kemudian memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menanggapi tuntutan tersebut. Didampingi dua penasehat hukumnya, M. Ali Honopiah menyatakan akan mengajukan pledoi/pembelaan yang akan dibacakan pada sidang selanjutnya, yakni pada Selasa (23/10).