Warta Wildlife Crime Team, PEKANBARU – Para pegiat konservasi satwa liar mencetak kemenangan pada Kamis (09/08/2016) ketika dua orang didakwa dengan kepemilikan ilegal kulit harimau dijatuhi hukuman pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 50 juta atau 3 bulan subsider di Pengadilan Negeri Rengat, yang menangani peradilan wilayah Teluk Kuantan, Provinsi Riau. Sejauh ini, hukuman yang diberikan oleh majelis hakim untuk kasus perdagangan satwa liar di provinsi Riau ini tergolong yang paling berat.
Menurut hakim ketua Wiwin Sulistyo SH, para terdakwa melanggar UU RI No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam hubungannya dengan pasal 55 ayat 1 KUHP. Hukuman maksimum untuk pelanggaran tersebut adalah 5 tahun penjara.
Pada 29 April 2016, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau bekerja sama dengan Polda Riau menangkap Herman alias Man bin Mausin dan Adrizal Rakasiwi di desa Desa Padusunan, Kecamatan Kuantan Mudik, Kuantan Singingi . Saat kejadian ditemukan barang bukti berbagai kulit binatang yang direndam menggunakan spiritus dalam wadah besar untuk mengawetkan kulit harimau.. Memiliki atau melakukan perdagangan kulit harimau sangat dilarang dalam hukum Indonesia.
Putusan pengadilan itu adalah kemenangan bagi konservasi satwa liar karena selama ini kasus perdagangan satwa liar biasanya dijatuhi i vonis rata-rata dua tahun. Vonis ini lebih berat dari apa yang dituntut oleh jaksa Adrianto MB, SH, dan Siti Hadijah S Tarigan, SH, yaitu 2 tahun dan 6 bulan penjara.
Hakim ketua Wiwin berkomentar, "Demi menjaga kelestarian lingkungan hidup, terutama masalah hewan hewan langka, kemungkinan dengan putusan yang seberat ini, bisa menjadi ‘efek terapy’ bagi para mereka yang ingin membunuh dan menyimpan hewan-hewan yang dilarang. Dan kita melihat harimau ini semakin lama semakin punah, jadi kalau kita bersama tidak menjaga, siapa lagi? Kalau itu harus dibunuh, untuk diambil kulit nya dan dijual, karena ini kan termasuk pidana khusus, bukan pidana biasa. Di dalam hukum termasuk nomor satu, seperti korupsi.”
Putusan ini dimaksudkan untuk membuat dampak pada populasi harimau Sumatera, sebab tugas rehabilitasi dan meningkatkan jumlah harimau yang ada di alam sangat sulit dan butuh tenaga yang besar. International Union of Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) mencatat bahwa ada sekitar 371 harimau Sumatera yang tersisa di alam liar saat ini. Ketua Wildlife Crime Team Pak Osmantri berharap bahwa putusan ini akan menjadi sebuah preseden untuk hukuman yang lebih tinggi pada kasus serupa di masa datang yang terkait dengan perdagangan dan pelanggaran satwa liar.