Kasus tindak pidana perdagangan kulit harimau Sumatera di Taluk Kuantan akhirnya memasuki babak akhir. Tepatnya pada Kamis (08/09), majelis hakim kasus ini di Pengadilan Negeri Rengat memvonis kedua terdakwa yakni Herman Alias Man Bin Mausin dan Andri Rakasiwi alias Adri empat tahun kurungan.
Tidak hanya itu, keduanya juga didenda dengan nominal Rp.50 juta dan subsider 3 bulan kurungan. Vonis ini jauh lebih berat dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya. JPU Adrianto Mulya Budiman, SH dan Siti Kadijah Tarigan menutut keduanya dengan 2,5 tahun penjara, subsider 6 bulan dan denda Rp 50 juta atau subsider 3 bulan kurungan.
Kedua terdakwa terbukti melanggar pasal 21 ayat (2) huruf d jo pasal 40 ayat (2) UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem jo
Seperti diketahui kedua terdakwa dibekuk oleh tim gabungan Direskrimsus Polda Riau, BBKSDA Riau dan BKSDA Jambi di rumah terdakwa Herman di Desa Padusunan, Kecamatan Kuantan Mudik, Kuantan Singingi pada 29 April 2016 lalu.
Tim melakukan operasi tangkap tangan kepada keduanya setelah mengembangkan informasi yang diterima tentang adanya perdagangan kulit harimau Sumatera. Dalam operasi tersebut, aparat menyita satu lembar kulit harimau lengkap dengan satu set tulang beruang dan lainnya.
Vonisini diapresiasi oleh WWF Indonesia.Wishnu Sukmantoro, Manajer Program WWF Program Sumatera Tengah menyatakan bahwa vonis tersebutmerupakan hukuman tertinggi untuk tindak kejahatan satwa liar di Riau dalam satu dekade terakhir.
”Hukuman ini musti menjadi pembelajaran bagi semua pihak bahwa tindak kejahatan satwa liar merupakan kejahatan serius yang dapat dijatuhkan hukuman maksimal.” ungkap Wisnu.
Sementara itu Direktur Konservasi WWF-Indonesia Arnold Sitompul mengapresiasi penegak hukum terutama Polda Riau, BBKSDA Riau, BBKSDA Jambi dan Pengadilan Negeri Rengat yang telah berupaya maksimal dalam kasus tindak kejahatan terhadap satwa liar. Arnold berharap hukuman ini dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku kejahatan serupa.
“Kami berharap hukuman ini dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku kejahatan serupa karena tindak kejahatan terhadap satwa liar masih memprihatinkan. WWF yakin penegakan hukum dan komitmen kuat dari aparat penegak hukum akan menekan ancaman terhadap kepunahan harimau Sumatera dan satwa dilindungi lainnya di Indonesia”, ungkap Arnold.
Arnold menambahkan, ”Koordinasi dan komunikasi yang lebih baik antara penegakan hukum harus dapat ditingkatkan untuk penegakan hukum terhadap tindak kejahatan satwa liar ini. WWF Indonesia siap untuk mendukung aparat penegak hukum terkait dalam upaya penyelamatan kekayaan alam ini.”
Sementara itu, di Provinsi Riau, sepanjang tahun 2016, penegak hukum telah menjatuhkan hukuman pada dua kasus tindak kejahatan satwa liar yakni satu kasus perburuan gading dan satu kasus perdagangan tiga bayi orangutan. Pelaku dalam kedua kasus ini rata-rata hanya dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara.