Akses jalan yang membentang di sekitar Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) dan Hutan Lindung Bukit Batabuh (HLBB) menjadi ancaman terbesar terhadap keberlangsungan kawasan. Sejauh ini tim TPU mengidentifikasi sebanyak 17 akses jalan menuju SMBRBB dan 29 akses di HLBB.
Jalan yang ada saat ini sebelumnya dibangun oleh perusahaan yang kemudian ditinggalkan. Pada akhirnya masyarakat memperbaiki jalan perusahaan tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu akses masuk ke kawasan.
Misalnya di sekitar SMRB sedikitnya terdapat sedikitnya dua perusahaan yakni PT. RAPP dan PT. MIA yang membuka akses jalan koridor. Jalan ini bisa bebas dilalui oleh masyarakat sekitar tanpa pengamanan.
Kondisi serupa juga terjadi di HLBB. Misalnya salah satu perusahaan yang beroperasi di sana yakni PT. TBS membangun jalan untuk operasional perusahaan. Akan tetapi sebagian jalan yang mereka bangun bersentuhan langsung dengan kawasan HLBB, sehingga masyarakat tinggal meneruskan jalan yang sudah dibangun tersebut untuk dimanfataakan dalam kegiatan illegal. Pada umumnya masyarakat yang melakukan ilegal di HLBB, memang menggunakan akses jalan yang dibangun oleh perusahaan TBS.
Hal ini dipertegas oleh Osmantri, koordinator TPU WWF. Menurutnya perusahaan yang sudah membangun jalan seharusnya menjaga jalan tersebut.
“Perusahaan sudah membangun akses jalan, harusnya mendukung pengamanannya. Tapi mereka membiarkan orang masuk dengan alasan masyarakat tempatan. Harusnya mereka sudah mengantisipasi hal itu sejak awal, karena setiap ada jalan, pasti terjadi kegiatan illegal kehutanan,” ungkap Osmantri.
Kini baik HLBB maupun SMBRBB kawasan tutupan hutannya semakin menyempit. Aksi perambahan dan alih fungsi lahan terjadi akibat mudahnya akses menuju kawasan. Dalam jangka waktu 20 tahun kedepan, jika kondisi ini tidak mendapat kontrol dan pengawasan yang tepat, maka tidak menutup kemungkinan kawasan konservasi ini beralih fungsi menjadi perkebunan budidaya. ***