Stripetosecure, Rupat Utara – Dugong kembali ditemukan di Rupat Utara, tepatnya di Sungai Simpur, desa Suka Damai pada Selasa (4/9). Sayangnya, saat ditemukan oleh warga desa, mamalia laut pemalu penyuka lamun ini sudah dalam keadaan mati.
Abdul Kadir, penyuluh budidaya perikanan dari Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis menuturkan kronologis tentang penemuan dugong mati tersebut kepada Stripetosecure.
“Saya dapat informasi ada penemuan dugong sekitar jam 4 sore. Awal mulanya, ada seorang pencari kayu api yang sedang melintas di kuala (sungai) Simpur, ia melihat hewan mirip ikan besar sudah mati dan terapung di atas air. Karena tidak berani mendekat, pencari kayu ini lantas naik ke darat memanggil seorang nelayan untuk memeriksa hewan mati tersebut.” kata Abdul Kadir yang akrab disapa Kadir tersebut.
“Nelayan ini turun memeriksa hewan tersebut. Setelah melihat ciri-ciri yang ada pada hewan dan dibalik bangkainya, ternyata seekor dugong.” lanjutnya lagi.
“Sore itu saya segera cek ke lokasi. Ternyata dugongnya sudah tidak ada lagi karena sudah dilepaskan ke air. Nelayan pun tak mengambil foto. Karena sudah hampir malam, sulit mencari. Saya minta tolong ke nelayan untuk meyisir sungai.”
Kadir lalu menghubungi Balai Pengelolaan Sumberdaya Perairan dan Laut (BPSPL) Padang, yang pada saat bersamaan sedang berada di desa Tanjung Medang, Rupat Utara untuk mempersiapkan acara Konsultasi Publik Calon Kawasan Konservasi Perairan (CKKPD) Rupat Utara yang dilaksanakan pada Rabu (5/9).
Respon Cepat
Esok harinya, usai acara Konsultasi Publik CKKP Rupat Utara, Kadir bersama-sama dengan BPSPL Padang, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis dan WWF Indonesia program Riau yang turut hadir menjadi peserta konsultasi publik, lalu berangkat menuju lokasi penemuan untuk memastikan bahwa yang dilihat nelayan tersebut adalah dugong.
Tim bertemu dengan nelayan yang menemukan dugong tersebut. Nelayan yang bernama Suryanto ini kemudian menuturkan ciri-ciri satwa yang ia temukan sore kemarin.
Dugong saat ditemukan pada Kamis (6/9) pagi waktu setempat di sungai Simpur, desa Suka Damai, kecamatan Rupat Utara.
“Saat ditemukan, kulitnya berwarna putih, mukanya mirip lembu, ada rambut-rambut pendek seperti duri di mulutnya. Saat dibalik, punggungnya tidak bersirip seperti ikan. Kulitnya tidak ada luka.” tutur Suryanto. Suryanto mengaku yakin bahwa yang ia lihat adalah dugong karena ia meihat foto/gambar dari sosialisasi tentang dugong yang diberikan oleh BPSPL Padang Satker Pekanbaru akhir tahun lalu.
Lokasi penemuan dugong mati di sungai Simpur. Foto diambil pada Rabu, (5/9) oleh Stripetosecure.
“Waktu itu saya temukan sekitar pukul 9 pagi.” lanjut Suryanto sambil menunjukkan lokasi penemuan dugong. Saat ditemui, Suryanto tampak merasa bersalah karena telah melepas kembali dugong yang ia temukan.
“Nelayan ini ketakukan. Setelah ia melapor, sama dia dilepas lagi dugongnya ke air. Sekarang bangkainya hilang, hanyut lagi oleh arus sungai pasang.” jelas Kadir.
Bangkai Dugong Ditemukan
Kamis (6/9) waktu pagi, Kadir mendapat kabar dari nelayan setempat bahwa bangkai dugong sudah ditemukan. Koordinasi untuk pengukuran morfometri bangkai dugong dilakukan via telepon karena tim BPSPL Padang dan WWF Indonesia telah kembali ke Dumai pada Rabu (5/9) sore.
Pengukuran morfometri dilakukan Kadir, dibantu oleh Abdul Rais dan Syahruddin dari UPTD Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis, serta Joko Sutrisno dan Charles dari Kelompok Pengawas Masyarakat. Juraij, tenaga ahli dugong dari Yayasan Lamun Indonesia (LAMINA) dan Dugong Seagrass Conservation Project (DSCP), memberikan asistensi via telepon saat proses pengukuran dilakukan.
Pengukuran morfometrik oleh UPTD Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada Kamis (6/9). Foto oleh UPTD Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis.
Dari pengamatan awal yang dilakukan oleh Abdul Rais dari UPTD Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis, kondisi bangkai dugong saat itu sudah mulai membengkak, mengeluarkan cairan tubuh, dan berbau. Kulitnya sudah mulai mengelupas.
“Total panjang dugong dari kepala hingga ekor adalah 241 cm. Sudah mau dewasa. Jenis kelaminnya betina.” kata Juraij setelah mendapat laporan morfometrik dari Kadir.
Setelah dilakukan pengukuran morfometri, bangkai dugong tersebut dikubur di salah satu pulau kecil untuk menghindari penyebaran penyakit akibat pembusukan.
Penguburan bangkai dugong untuk menghindari penyebaran penyakit. Foto oleh UPTD Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis.
Padang Lamun Rusak
Belum dapat dipastikan apa penyebab dugong berjenis kelamin betina itu mati. Sementara itu, padang lamun (seagrass) di Rupat Utara yang menjadi sumber pakan dugong mengalami kerusakan. Hal ini disampaikan oleh BPSPL Padang Satker Pekanbaru dalam konsultasi publik yang digelar pada Rabu (5/9). BPSPL Padang memaparkan hasil survey CKKP (Calon Kawasan Konservasi Perairan) Rupat Utara yang dilakukan di tiga desa di Rupat Utara pada pertengahan bulan Juli lalu, yang dihadiri oleh perwakilan nelayan, stakeholders terkait, dan WWF Indonesia.
“Ada tiga survey yang dilakukan pada tahap identifikasi CKKP Rupat Utara. Survey mangrove, survey sosial ekonomi masyarakat dan survey dugong dan lamun. Salah satu hasil survey CKKP, yakni survey dugong dan lamun menunjukkan adanya perubahan drastis dari padang lamun yang ditemukan di Pulau Beruk. Pada tahun 2016, padang lamun masih sangat sehat dan subur. Tahun 2018, tepatnya pada bulan Juli, padang lamun di lokasi yang sama sudah rusak parah.” terang Supratmi dari BPSPL Padang Satker Pekanbaru.
“Penyebab kerusakan padang lamun masih belum dipastikan, namun salah satu pemicunya adalah pencemaran.” lanjutnya lagi.
Padang lamun (seagrass) yang sudah rusak di Pulau Beruk.
Dugong (Dugong dugon) merupakan satwa dilindungi jenis mamalia laut yang memiliki karakter pemalu dan menghindari bertemu manusia. Dugong yang sering disalah sebut ikan oleh masyarakat awam, merupakan mamalia laut yang berkerabat dekat dengan gajah. Dugong memiliki makanan kesukaan yakni lamun (seagrass). Sulit memisahkan ketergantungan dugong akan lamun sebagai salah satu sumber makanan yang paling disukainya. Di Rupat Utara, ada beberapa kawasan yang memang ditumbuhi oleh lamun kesukaan satwa dilindungi ini.
Hampir satu tahun yang lalu kejadian dugong mati secara tidak sengaja (by catch) pernah terjadi di sungai Simpur, desa Suka Damai pada 29 September 2017. Saat ditemukan, dugong sudah dalam keadaan mati. Karena ketidaktahuan warga saat itu, dugong yang sudah mati tersebut ditarik ke darat lantas dipotong-potong. Kejadian ini sempat viral selama beberapa waktu karena salah satu warga mengunggah foto proses pemotongan satwa dilindungi tersebut di media sosial. (fdk)
Itu matinya pas di laut apa di sungai?