Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam berhasil menggagalkan transaksi 2 (dua) lembar kulit harimau Sumatera di Palembang pada hari senin tanggal 23 Januari 2017.
Keberhasilan tim ini berkat informasi dari masyarakat, yang menyampaikan bahwa akan adanya transaksi penjualan kulit harimau. Kemudian ditindaklanjuti dengan pengumpulan informasi dan pengintaian(pengumpulan fakta di lapangan) oleh tim KLHK dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK dan Direktorat Konservasi Sumber Daya Alam.
Setelah informasi dan pengumpulan fakta di lapangan tercukupi, akhirnya tim KLHK berhasil menangkap tiga orang tersangka(berinisial KS, MJ dan H) dan barang bukti berupa dua(2) lembar kulit harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) satu (1) unit kendaraan roda empat (Daihatsu Xenia) warna putih, dan empat buah telepon genggam (HP). Para pelaku di tangkap di lapangan parkir Bank Mandiri Jalan A. Rivai Palembang sekitar jam 11 WIB.
Selanjutnya terhadap pelaku dilakukan pengembangan kasus dan penyelidikan lebih dalam oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk mengungkap jaringan perdagangan satwa dilindungi khususnya di Sumatera Selatan.
Setelah melakukan penyelidikan yang lebih dalam, tim PPNS dari Seksi Wilayah III Balai Pengamanan dan Gakkum LHK Wilayah Sumatera menetapkan KS sebagai tersangka serta MJ dan H sebagai saksi. Terhadap tersangka KS dilakukan penahanan di Polda Sumatera Selatan.
Kasus peredaran kulit harimau bukan hanya terjadi di Sumatera Selatan, tetapi telah terjadi di seluruh pulau Sumatera sebabnya kulit harimau Sumatera mempunyai harga jual sangat tinggi dan sangat diminati oleh kolektor karena mempunyai ciri atau belang yang sangat khas. Akibatnya populasi harimau Sumatera setiap tahunnya terus menurun karena sering di buru. Menurut data dari World Wildlife Fund (WWF), populasi satwa liar harimau Sumatera di tahun 1970 adalah 1000, dan terus menurun menjadi lebih kurang 400 (tahun 2017). Hal ini terjadi karena penebangan di hutan, sehingga habitat harimau sudah menyusut akibat perubahan landscape menjadi pemukiman penduduk.
Menurut Pak Ardi Risman, Kepala Subdit Pencegahan dan Pengamanan Hutan Wilayah Sumatera, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK, pelaku akan dikenakan pasal 21 ayat (2) huruf b dan d jo Pasal 40 ayat (2) Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana maksimum 5 tahun dan denda maksimum Rp100 Juta.