Stripetosecure ,Teluk Kuantan – Sidang pemeriksaan saksi petugas dan saksi ahli kasus harimau Sumatera terjerat bergulir di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan (8/1). Sidang dihadiri oleh enam orang saksi petugas dan dua orang saksi ahli dari Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau. Terdakwa FH dihadirkan di persidangan.
Ketua majelis hakim, Himawan Saputra, MH membuka sidang yang dilaksanakan pada Selasa (8/1) siang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riky Saputra, SH menghadirkan enam orang saksi petugas yang terdiri dari; Solehan Gea seorang anggota polisi dari Kepolisian Resor Kuantan Singingi, Umbra Dani dari Polisi Hutan UPT KPH Singingi, Boby Sunata Staf Seksi Konservasi Wilayah I Pangkalan Kerinci, Laskar Jaya Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Pelalawan, Zulkifli Polisi Hutan KSDA Wilayah I Rengat, dan Ujang Holisudin dari BBKSDA Riau.
Keterangan Saksi Petugas
Solehan Gea memberikan keterangan bahwa ia ditelpon oleh terdakwa FH pada 25 September 2018 sekitar pukul 09.30 WIB pagi. Saat itu, FH telah mengenal Solehan Gea sebelumnya dan memanggil FH dengan sebutan 'abang'. FH menceritakan kepada Solehan bahwa ia memasang jerat babi, namun yang terjerat malah harimau. Karena ketakutan, FH kemudian melaporkan kejadian itu kepada Solehan. Solehan lalu meminta FH untuk tidak mendekati harimau, yang pada saat itu masih hidup dengan kondisi sudah terjerat, dan ia akan melaporkan ke pihak kehutanan. Solehan kemudian menghubungi polisi kehutanan di UPT KPH Singingi, bernama Umbra Dani.
Pesan berantai atas laporan berisi temuan harimau terjerat akhirnya sampai ke Mulyohutomo, Kabid Wilayah I BBKSDA Riau, yang kemudian memerintahkan Zulkifli dari Resort Petai (KSDA Wilayah I Rengat) untuk turun memeriksa informasi tersebut. Zulkifli yang pada saat itu tidak bisa datang ke TKP, lalu mengirim Taufik Belbauli, anggotanya untuk menghubungi terdakwa FH. Berbekal nomor handphone atas nama FH, Taufik Belbauli berangkat ke Pangkalan Indarung. Sesuai dengan janji, Taufik bertemu terdakwa FH yang menunggu di ujung jalan aspal pada pukul 16.00 WIB. Keduanya kemudian menelusuri kebun tempat FH menemukan harimau terjerat tersebut.
Setelah ditelusuri ke tempat awal ditemukan, ternyata harimau sudah menghilang. Keduanya lalu menelusuri jejak harimau sampai ke lembah kebun untuk mencari harimau tersebut hingga menjelang malam hari. Karena hari mulai malam, mereka memutuskan untuk melanjutkan pencarian keesokan harinya. Esok harinya,Taufik Belbauli kembali ke Pangkalan Indarung bersama dengan Zulkifli dan tim Polhut dari KSDA Wilayah I Riau. Sekitar pukul 13.00 WIB, tim kemudian menemukan harimau dalam keadaan tergantung di pinggir jurang dengan jerat masih membelit di pinggangnya di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Batang Siabu , Desa Pangkalan Indarung. Kawasan HPT Batang Siabu tersebut dikenal sebagai jalur perlintasan satwa. Bangkai harimau dan terdakwa FH lalu dibawa ke Pekanbaru untuk diamankan.
Keterangan Saksi Ahli
Muslino dari BBKSDA Riau memberikan keterangan di depan hakim bahwa satwa liar yang terjerat tersebut adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang statusnya dilindungi oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dari keterangan Muslino,berdasarkan pengalamannya selama menjadi Polhut, mengatakan bahwa kriteria jerat yang digunakan oleh terdakwa FH bukanlah jerat yang sering digunakan untuk menangkap babi, namun kriteria jerat tersebut lebih sering untuk satwa yang lebih besar.
Drh. Rini Deswita sebagai dokter hewan dari BBKSDA Riau yang melakukan nekropsi dan analisis penyebab kematian harimau adalah asfiksia dan rupture renalis. Asfiksia adalah gannguan pengangkutan oksigen (O2) ke jaringan tubuh akibat terganggunya fungsi paru-paru dan jaringan tubuh lainnya. Sedangkan rupture renalis adalah pecahnya ginjal harimau karena jerat yang melilit di daerah pinggul sehingga menyebabkan kematian harimau.
Atas keterangan-keterangan tersebut, hakim ketua Reza Himawan Pratama kemudian menanyakan kepada terdakwa FH apakah sebelumnya telah mendapatkan sosialisasi atau peringatan dari pihak berwenang untuk tidak memasang jerat di sekitar kebunnya, mengingat kebunnya yang berada 5-7 kilomoter dari pinggir kawasan Suaka Margasatwa Rimbang Baling. Namun terdakwa FH mengaku tidak pernah mendapatkan sosialisasi tersebut. Sidang kemudian dilanjutkan hingga minggu dengan agenda selanjutnya yakni, pemeriksaan saksi pemilik kebun sawit tempat FH bekerja. (fdk)