Camp TPU menjadi surga tersembunyi yang ada di Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB). Camp ini terletak di pinggir Desa Petai, Kec. Sei Tapi, pinggir Desa Petai, Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten Kuantan Singingi. Tempat ini merupakan persinggahan bagi tim TPU usai melaksanakan tugas menjaga kawasan suaka margasatwa Rimbang Baling.
Setelah melalui waktu dua setengah jam dari Pekanbaru, maka anda akan sampai si Desa Petai, Kapubaten Kuantan Singingi. Sementara untuk bisa sampai ke dalam kawasan, memerlukan waktu sekitar satu jam lagi.
Tambang Emas seolah menjadi ‘pagar ayu’ sebelum memasuki kawasan SMBRBB. Sepuluh menit berselang akan ditemui pohon karet dan pohon sawit milik warga, menurut Jhon Hendra, salah satu dari tim TPU, usia sawit disini berkisar antara dua sampai lima tahun. Sementara karet usianya berkisar lima sampai sepuluh tahun. Kerusakan disebagian sisi kawasan mungkin tidak bisa selamatkan. Namun, Rimbang Baling masih menunjukan sisi indahnya jika dilihat dari sudut lain.
Semakin jauh, medan yang ditempuh semakin berat. Memang jalan ini dibuat semakin buruk ketika mendekati jantung Rimbang Baling. Tujuannya agar mereka yang memiliki niat jahat merusak hutan mengurungkan niatnya karena sulitnya akses. Untuk sampai di Camp harus melewati dua sungai yang kedalamannya mencapai satu meter.
Jhon Hendra mengatakan Camp TPU sudah dibangun sejak 2012 lalu, diatas tanah seluas 1,7 hektar yang dihibahkan oleh Badu Ramin, tokoh masyarakat Desa Petai dengan persetujuan ninik mamak dan Kepala Desa Petai. Awal pendirianya dimotori oleh Kordinator TPU, Osmantri. Sebelum camp ini didirikan, para ranger biasanya bermukim dihutan selama berminggu-minggu tanpa tanpa lokasi yang tetap.
Area camp tersebut berdiri satu kantor, tiga cotage dan dua bangunan aula. Diantara bangunan ini dibangun jalan lingkar yang menghubungkan bangunan satu ke bangunan lainnya dengan batu yang terususun dengan rapi.
Wilayah ini dipilih karena dinilai dekat dengan ancaman yang mengintai kawasan hutan seperti aktivitas pertambangan batu bara, Akuari, emas, Batu Mangan, perambahan dan kegiatan Illegal Logging. Diharapkan dengan kehadiran tim TPU di lokasi ini dapat menamalisir kerusakan dari kawasan tersebut.
Bagi tamu yang datang, dipastikan tidak akan melewatkan sungai yang memiliki air bening yang telah ditopang menjadi bendungan. Dengan kedalaman sekitar lima meter, sungai yang letaknya berdekatan dengan camp ini bisa menjadi arena untuk berenang dengan air yang segar dan masih bersih.
Beberapa kegiatan pernah berlangsung disana diantaranya pelatihan untuk pemulihan tumbuhan oleh Jonotoro, ahli taksonomi dari Balai Diklat Kehutanan Pekanbaru, workshop pengolahan data kamera trap oleh tim riset WWF, James Sanderson dari organisasi Small Cat Wildlife Conservation Fund, Wildlife Conservation Network, Amerika Serikat.
Beberapa tamu baik dari lokal maupun internasional pernah mengunjungi camp ini diantaranya Direktur Internasional WWF, Marco Lambertini, Direktur Forest dan Spesies, Anwar Purwoto, Mike Baltzer, Direktur WWF TAI, William Gerard, dokter dari Belanda yang berkunjung untuk melihat keberadaan rel kereta api disekitar camp Sei. Tapi, tamu dari TFCA dan USAID, Jurnalis Indonesia dalam rangka mencari sejarah pembangunan kereta api, Dr. James Sanderson dari SCWCF Wildlife Conservation Network, Arnaud Lyet dari WWF US, Tamu donor WWF dari Swedia dan Direktur WWF Internasional Marco Lambertini berserta artis Ibukota Nugie dan Davina.
Kedepannya camp Sei Tapi diharapkan akan menjadi wadah untuk memfasilitasi penelitian-penelitian bagi mahasiswa lokal maupun luar. Selain itu, camp juga bisa dijadikan Arboretum alam bagi mahasiswa dan pelajar-pelajar yang ingin mengenal alam lebih baik. Kawasan camp juga itu diharapkan bisa menjadi pusat bagi semua kalangan baik aktifis, mahasiswa maupun masyarakat untuk mempelajari, memahami alam dan melakukan perlindungan terhadap kawasan.***