Bulan Oktober tahun lalu, Riau digemparkan dengan berita rencana penyelundupan satwa jenis Trenggiling (Manis javanica) yang digagalkan oleh aparat berwenang. Tidak hanya satu kasus, ada tiga kasus yang berhasil digagalkan oleh aparat.
Kasus pertama terjadi pada 5 Oktober 2017, Bea Cukai Dumai menyita 95 ekor trenggiling dari sebuah mobil yang melintas di jalur Siak – Pakning. Selain puluhan satwa trenggiling dalam keadaan hidup, petugas Bea Cukai juga menyita 37,55 kilogram sisik trenggiling yang disimpan di dalam dua kotak. Kuat dugaan trenggiling tersebut berasal dari Jambi. Sayangnya, petugas tidak dapat menangkap pelaku yang sudah lebih dulu melarikan diri.
Kasus kedua terjadi pada 24 Oktober 2017. TNI AL Dumai berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 101 ekor trenggiling hidup di perairan Roro – Pakning, Bengkalis dan menangkap dua orang pelaku. Pelaku bernama Awis (25) dan Beret (22), mengaku sebagai kurir. Keduanya mendapat perintah untuk mengantarkan trenggiling ke tengah laut, dimana ada sebuah kapal Malaysia yang telah menunggu mereka. Awis dan Beret masing-masing diupah sebesar Rp.800.000 untuk sekali pengantaran.
Terakhir, pada 31 Oktober, Ditreskrimsus Polda Riau mengamankan 70 ekor trenggiling hidup dan 4 kilogram sisik trenggiling di atas jembatan Pangkalan Kerinci, Pelalawan. Polisi menangkap dua pelaku bernama Ali Muhammad (25) dan Juprizal (22) serta menemuka 4 plat nomor mobil yang diduga palsu. Dari keterangan pelaku, mereka mendapatkan trenggiling dari Jambi. AM mengaku mendapat pesanan dari seorang touke Malaysia dan dijanjikan upah sebesar 50 juta rupiah.
Transaksi di Tengah Laut
Dari ketiga kasus ini, diketahui bahwa trenggiling diambil dari luar Riau. Menggunakan jalur darat, trenggiling ini lalu diangkut dengan mobil melewati jalur lintas Siak menuju Bengkalis. Dari Bengkalis melalui pelabuhan tikus, trenggiling dibawa ke tengah laut untuk transaksi dengan pembeli.
Dalam sidang pemeriksaan terdakwa, Awis, pelaku penyelundupan 101 ekor trenggiling yang ditangkap TNI AL Dumai, mengatakan transaksi jual beli dilakukan di tengah laut. Ia diberi arahan akan ada sebuah kapal Malaysia dengan ciri-ciri tertentu yang menunggu mereka disana. Awis dan Beret kini telah terbukti bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis pada 6 Maret 2018. Keduanya terbukti melanggar pasal 40 ayat 2 Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).
Awis dan Beret dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Bengkalis dan mendapat hukuman masing-masing 3 (tiga) tahun penjara dan denda sebesar Rp. 100.000.000.
Sindikat Internasional
Begitu pula dengan Ali Muhammad dan Juprizal, keduanya sudah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 6 Febuari 2018. Ali dan Juprizal dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 25.000.000 (subsider 1 bulan). Dari keterangan Ali, ia dijanjikan uang sebesar Rp. 50.000.000 oleh pemesan touke dari Malaysia.
Dari keterangan Ali, ia mengaku telah tiga kali melakukan pengantaran trenggiling ke pelabuhan tikus di Bengkalis tanpa terdeteksi oleh aparat. Sedangkan Awis sudah dua kali menyelundupkan trenggiling ke tengah laut. Jika dalam sebulan ada 266 ekor trenggiling hidup yang rencana penyelundupannya digagalkan oleh aparat, bayangkan ada berapa jumlah trenggiling yang berhasil keluar tanpa diketahui oleh petugas.
Dari hasil penelusuran tim Stripe to Secure, trenggiling (Manis javanica) banyak diburu untuk diambil sisiknya. Sedangkan dagingnya dikonsumsi oleh etnis tertentu. Jumlah permintaan untuk satwa pemalu ini terbilang besar dan berasal dari luar negeri. Jaringan perdagangan ilegal satwa dilindungi ini melibatkan sindikat internasional yang sulit diungkap pelaku utamanya. Mengambil contoh dari dua kasus diatas, sejauh ini hanya kurir atau perantara yang berhasil ditangkap oleh aparat.
Hukuman Rendah
Pemidanaan kasus perdagangan satwa dilindungi juga masih rendah. Maksimal pidana yang diatur oleh Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE), adalah 5 (lima) tahun kurungan penjara dengan denda paling banyak Rp. 100.000.000. Stripe to secure mencatat, vonis kasus perdagangan ilegal satwa dilindungi berkisar antara hitungan bulan hingga tahun.
Pertengahan tahun 2017 lalu, Pengadilan Negeri Bengkalis menjatuhkan pidana kepada dua pelaku penyelundup 89 ekor trenggiling bernama Joni dan Irawan, sebesar 5 bulan penjara. Hukuman tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yaitu 3 (tiga) tahun penjara.
Sejumlah aktivis pengamat lingkungan menilai bahwa UU No. 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE harus segera direvisi. Dilansir dari ICEL.org, bahwa kebijakan undang-undang yang berusia hampir 28 tahun itu harus segera diperbaharui karena Indonesia mengalami darurat konservasi.
Pokja Konservasi yang terdiri dari World Wide Fund for Nature (WWF), Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI), Wildlife Conservation Society (WCS), Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dan Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) terus menerus berupaya mendorong pemerintah agar segera menuntaskan draf revisi UU No. 5 tersebut.
Melalui petisi online, Pokja Konservasi mengundang masyarakat untuk turut membantu mendesak pemerintah dalam mempercepat proses revisi UU Konservasi. Kini, petisi yang digelar di platform change.org sudah ditandatangani oleh 300 ribu pendukung.(fdk)