Stripetosecure, Sijunjung – Aparat penegak hukum kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat mengukir sejarah baru dalam penegakan hukum terhadap kasus kejahatan satwa dilindungi di Indonesia. Pada Kamis, 7 Juni 2018 lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung menjatuhkan putusan pidana selama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan penjara dan denda Rp. 100 juta kepada terpidana Ramli (55) pelaku penadah perdagangan ilegal satwa trenggiling dan beruang madu.
Atas putusan yang menggembirakan ini, Osmantri, Koordinator Wildlife Crime Team (WCT) WWF-Indonesia Program Sumatera Tengah, mendatangi tiga instansi yang menangani kasus Ramli, yakni mulai dari Polres, Kejaksaan Negeri, hingga Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung untuk memberikan apresiasi.
“Ini adalah kasus yang menarik perhatian dalam upaya penegakan hukum atas kejahatan terhadap satwa liar, dan disini kita juga melihat konsistensi dan komitmen pemerintah khususnya aparat penegak hukum dalam melakukan penanganan terhadap kejahatan terhadap satwa liar.” Ujar Osmantri pada Stripetosecure.
“Kasus ini juga merupakan sejarah, dimana tuntutan dan putusannya adalah yang tertinggi dalam sejarah kejahatan terhadap satwa liar yang menggunakan UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) di Indonesia pada saat ini.” lanjut Koordinator WCT ini lagi.
Ketua Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung, Rendra Yozar Dharma Putra, S.H, M.H. menyambut baik apresiasi yang diberikan oleh WWF-Indonesia. Pemberian apresiasi di Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung pada Selasa 6 Agustus 2018 dihadiri oleh hakim anggota Satrio Budiono, S.H, M.Hum dab Agus Purwanto, S.H.,M.H. serta Zosprida sebagai panitera pengganti.
“Kami sangat berterima kasih atas apresiasi yang diberikan. Namun, apapun ceritanya kami sebagai aparat penegak hukum akan tetap memproses kasus ini juga, akan tetap divonis juga.”
Dalam permberian vonis bagi pelaku, ketua pengadilan sekaligus ketua majelis hakim yang menangani kasus ini mengatakan bahwa, majelis hakim mempertimbangkan kedudukan pelaku dan juga jumlah satwa yang menjadi barang bukti.
“Faktor kami menjatuhkan hukuman kepada pelaku itu, salah satunya adalah ia adalah pelaku utamanya. Dan dari barang bukti yang disita, sekian banyak satwanya. Salah satunya 32 potongan tangan dan kaki beruang, itu sudah jelas lebih dari satu ekor.” Ungkap Rendra.
Selain pemberian apresiasi kepada majelis hakim, WCT juga memberikan apresiasi kepada Kejaksaan Negeri Sijunjung serta jajaran Kepolisan Resor Sijunjung.
Secara terpisah, pemberian apresiasi di Kejaksaan Negeri Sijunjung, disambut oleh Kasi Intel Dimas Adhitya, S.H dan didampingi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Elnida, SH. Dalam sidang tuntutan pada 4 Juni lalu, JPU Elnida, SH membacakan tuntutan terhadap pelaku yakni 5 (lima) tahun penjara dan denda Rp. 100 juta rupiah. Tuntutan yang langsung turun dari Satgas KSDA Kejaksaan Agung tersebut merupakan tuntutan maksimal yang pernah dibacakan menggunakan UU No. 5 tahun 1990 tentang KSDAE.
Di Polres Sijunjung, apresiasi diterima oleh Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Sijunjung, Iptu Wawan Darmawan, S.I.K.
“Ini adalah kewajiban kita bersama, dengan adanya apresiasi dan kerjasama dan perhatian dari rekan LSM saat menangani kasus trenggiling dan beruang waktu itu, kita tidak mengalami kendala yang berarti, karena dari pihak kejaksaan dan pengadilan sangat memberikan perhatian yang lebih untuk kasus ini. Penanganan kasusnya juga tidak memakan waktu yang lama, dari penangkapan, olah TKP, penyidikan, hingga pelimpahan kasus sampai ke proses pengadilan, progresnya sangat baik.” Ungkap Iptu Wawan.
Selaras dengan pernyataan yang diberikan oleh hakim ketua tadi, ia dan jajarannya mengungkap bahwa Ramli merupakan penadah atas kasus perdagangan satwa dilindungi ini.
Kasus kejahatan terhadap satwa dilindungi yang terjadi di Sijunjung ini merupakan kasus pertama sejak 10 tahun terakhir. Ramli, alias Ali dibekuk oleh jajaran Reskrim Polres Sijunjung pada 17 Januari lalu atas laporan masyarakat terkait praktek perdagangan satwa berupa trenggiling dan beruang madu di Kamang Baru, Sijunjung.
Barang bukti yang disita dari pelaku saat itu adalah 22 (duapuluh dua) satwa trenggiling (Manis javanica) dalam keadaan mati dan beku, dan 32 (tigapuluh dua) potongan kaki dan 32 (tigapuluh dua) potongan tangan beruang madu (Helarctos malayanus) yang disimpan pelaku di freezer (lemari pendingin). Dari pelaku pula diamankan satu trenggiling hidup yang telah dilepas-liarkan kembali oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Padang di sebuah kawasan konservasi.
Trenggiling (Manis javanica) dan beruang madu (Helarctos malayanus) merupakan satwa dilindungi yang statusnya diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Di skala internasional, kedua satwa ini masuk kedalam Appendix I CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) of Wild Fauna and Flora atau Konvensi Internasional Perdagangan Tumbuhan dan Satwa yang melarang segala bentuk perdagangan satwa langka ini. Ancaman bagi pelaku yang melanggar UU No. 5 tahun 1990 tentang KSDAE adalah pidana selama 5 (lima) tahun penjara dan denda sebesar Rp. 100 juta.
Sebelumnya, WWF-Indonesia Program Sumatera Tengah juga mengapresiasi vonis tertinggi pada tahun 2016 di Pengadilan Negeri Rengat, Riau. Vonis 4 (empat) tahun penjara dan denda Rp. 60 juta merupakan putusan tertinggi atas kasus perdagangan kulit harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada saat itu. (fdk)