WCT News, Pekanbaru – Pada awal tahun 2017 pencinta konservasi satwa liar mendapatkan hadiah yang luar biasa. Pemberian vonis dengan hukuman berat yang dilakukan di Pengadilan Negeri Rengat pada 7 Februari 2017 kepada pelaku kejahatan perdagangan satwa liar yang dilindungi dianggap cukup memuaskan. Putusan ini menjadi signal kuat bahwa upaya memerangi tindak kejahatan terhadap satwa liar telah menjadi perhatian besar dan mendapatkan rasa keadilan yang banyak dinantikan oleh publik.
Majelis Hakim memvonis bersalah 2 pelaku yaitu Muzainul A dan Joko S yang secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kejahatan satwa liar yang melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf d jo Pasal 40 ayat 2 UU Republik Indonesia nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang aktifitas “memperniagakan kulit satwa yang dilindungi yang dilakukan secara bersama-sama.” Sesudah terbukti menjual dan mengedar 1 lembar kulit Harimau Sumatera dan 1 set tulang harimau Sumatera, dua terdakwa di vonis secara sah dan meyakinkan dengan hukuman penjara empat tahun dan denda 100 juta Rupiah (atau subsider satu bulan penjara).
Hukuman ini disambut positif oleh pencinta konservasi satwa liar dan lingkungan hidup karena umumnya pemberian hukuman bagi pelaku kejahatan satwa liar dan lingkungan hidup dirasa sangat rendah, hanya berkisar satu sampai dua tahun penjara
Perbuatan para pelaku yang bertolak belakang dengan program pemerintah dalam meningkatkan upaya perlindungan terhadap satwa liar yang dilindungi dan yang mengancam keberlangsungan hidup satwa tersebut memberatkan sanksi yang mereka peroleh. Namun para terdakwa juga mendapat keringanan karena telah berterus terang dan menyesali perbuatannya serta berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Putusan hukuman penjara empat tahun dan denda 100 Juta Rupiah diberikan kepada pelaku dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dipenuhi, maka mereka wajib menggantinya dengan pidana kurungan selama satu bulan. Vonis tersebut lebih berat daripada yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Hukum (JPU) yaitu tiga tahun penjara dengan denda 100 juta Rupiah.
Menurut Majelis Hakim yang berhasil kami wawancarai, Imanuel Sirait, SH, hukuman tersebut dijatuhkan dengan harapan agar dapat memberikan efek jera dan ultimatum bagi para pelaku dan bagi mereka yang berpotensi melakukan kejahatan satwa liar. “Jadi, ada konsekuensi hukuman yang berat bagi mereka yang melanggar,” ujar hakim Immanuanuel Sirait, SH. (Untuk berita yang lebih lengkap, lihat disini)
Hal senada juga diungkapkan oleh JPU yang berhasil kami wawancarai, Rulliff Yuganitra. Beliau mengatakan JPU telah berhasil meyakinkan Majelis Hakim bahwa, “Negara sangat dirugikan kalau para pelaku hanya divonis beberapa bulan atau satu sampai dua tahun saja. Karena harimau Sumatera ini bukan hanya ikon Indonesia, tetapi juga hampir punah,” kata Rulliff. “Jadi kalau bukan kita yang menjaga dan melestarikannya, siapa lagi?? Semoga vonis hakim ini bisa menjadi perhatian bagi masyarakat agar dapat bersama-sama menjaga pelestarian satwa liar dan lingkungan hidup."
Ketua Wildlife Crime Team di World Wildlife Fund (WWF) Osmantri berkata, “Kami sebagai civil society yang punya perhatian kepada masa depan harimau Sumatera, dengan putusan ini kami memberikan apresiasi yang besar kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rengat termasuk dari pihak kejaksaan yang melakukan dan menyiapkan proses penuntutan kasus tersebut dengan cepat. Kami berharap ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi penegak hukum lainnya dalam penegakan hukum kasus tindak pidana satwa liar.”
Vonis dengan hukuman tertinggi untuk kasus tindak pidana kejahatan satwa liar pertama diberikan Pengadilan Negeri Rengat (Taluk Kuantan) pada bulan Oktober 2016.